Karier musik
Tika dikenal sebagai penyanyi dan penulis lagu dengan karakter vokal yang unik dan kuat. Gaya penulisan lagunya pun tak kalah unik. Banyak yang mempertanyakan pilihannya di jalur independen yang dinilai kurang komersil. Namun Tika tetap konsisten di jalur indie karena di sinilah ia bisa bebas berkarya dengan jujur.
Sekembalinya ke tanah air dari studinya di the Art Institute of Seattle’ di mana ia sempat bergabung dengan band Yoko Phono dan Rhea Sisters Project, hal pertama yang dilakukan Tika adalah menggarap album solonya. Dengan bantuan beberapa kawannya, antara lain Iman Fattah, Aghi Narottama, Bemby Gusti dan Age Airlangga. Ia melepas album solo perdananya di tahun 2005. Album bertajuk Frozen Love Songs ini cukup mengejutkan dunia musik Indonesia yang belum terbiasa dengan hadirnya penyanyi solo perempuan yang keluar dari jalur pop. Di tahun 2006 Aksara Records kemudian mengemas ulang album ini dan merilisnya dengan judul Defrosted Love Songs.
Semenjak rilisan terakhir ini, Tika lama tak merilis album baru, namun tetap sering terlibat dalam banyak proyek musik. Di antaranya dalam scoring dan soundtrack film Janji Joni, 9 Naga, Berbagi Suami, Kala, Gara-gara Bola, Perempuan Punya Cerita, Quickie Express dan Pintu Terlarang. Ia juga sempat berkolaborasi sambil menimba ilmu bersama beberapa musisi seperti Sri Aksan Sjuman, Jamie Aditya, Agrikulture dan lain-lain.
Sekembalinya ke tanah air dari studinya di the Art Institute of Seattle’ di mana ia sempat bergabung dengan band Yoko Phono dan Rhea Sisters Project, hal pertama yang dilakukan Tika adalah menggarap album solonya. Dengan bantuan beberapa kawannya, antara lain Iman Fattah, Aghi Narottama, Bemby Gusti dan Age Airlangga. Ia melepas album solo perdananya di tahun 2005. Album bertajuk Frozen Love Songs ini cukup mengejutkan dunia musik Indonesia yang belum terbiasa dengan hadirnya penyanyi solo perempuan yang keluar dari jalur pop. Di tahun 2006 Aksara Records kemudian mengemas ulang album ini dan merilisnya dengan judul Defrosted Love Songs.
Semenjak rilisan terakhir ini, Tika lama tak merilis album baru, namun tetap sering terlibat dalam banyak proyek musik. Di antaranya dalam scoring dan soundtrack film Janji Joni, 9 Naga, Berbagi Suami, Kala, Gara-gara Bola, Perempuan Punya Cerita, Quickie Express dan Pintu Terlarang. Ia juga sempat berkolaborasi sambil menimba ilmu bersama beberapa musisi seperti Sri Aksan Sjuman, Jamie Aditya, Agrikulture dan lain-lain.
Tika & the Dissidents
Tahun 2009, Tika kembali fokus kepada proyek musiknya sendiri. Bersama bandnya, Tika and The Dissidents, mereka merilis album the Headless Songstress di bulan Juli 2009. Album ini mendapat respon yang luar biasa dan pujian dari penggemar musik dan media, baik nasional maupun internasional. Tika and The Dissidents mendapat perhatian karena perpaduan unik berbagai jenis musik- mulai jazz, blues, punk hingga waltz dan tango- dengan lirik-lirik yang cerdas dan politis. Tika mengangkat berbagai isu, seperti LGBT, liberasi gender, buruh, hingga peran televisi dalam pembantaian intelektualitas masyarakat Indonesia. Majalah TIME Asia menjuluki Tika sebagai “Indonesia’s hottest diva”. Majalah musik Rolling Stone menyebutnya sebagai “Penyanyi solo perempuan independen terbaik yang dimiliki (Indonesia)”. Pamuncak tahun 2009 adalah ketika Tika and The Dissidents dipilih Majalah Tempo sebagai “Tokoh Seni Musik 2009” dan album the Headless Songstress sebagai “Album of the Year 2009”.
Karier diluar musik
Selain aktif bermusik, Tika juga berwiraswasta, menulis, dan berakting dalam beberapa film. KEDAI, sebuah kafe miliknya yang ditata menggunakan bahan-bahan daur ulang, berdedikasi mengangkat kopi lokal Indonesia. Keunikan KEDAI juga diulas banyak media, di antaranya jaringan CNN. Tika juga seorang penulis lepas dan pernah mempunyai kolom mingguan di harian the The Jakarta Post bernama Street Smart, tentang gaya hidup masyarakat Jakarta dari sudut pandang yang ironis dan humoris. Di tahun 2008 ia mencoba berakting. Film pertama yang ia bintangi, “Kado Hari Jadi” (sutradara Paul Agusta) diputar di banyak festival film internasional. Ia juga terlibat dalam film “Pintu Terlarang” (sutradara Joko Anwar) yang juga meraih sukses internasional. Film terakhir yang ia bintangi “At the Very Bottom of Everything” , juga besutan sutradara Paul Agusta, mendapatkan dukungan dari Hubert Bals Fund – International Film Festival Rotterdam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar